Penelusur

Jumat, 28 Mei 2010

Hasan Bashri

Putra Jagat Online: Di komunitas sufi, Hasan Basri sudah tidak asing lagi, rasanya hampir semua santri hingga syekh, mursyid, kiyai dan ustadz telah mengenal sejarahnya, karena terlalu sering diceritakan di hampir setiap pertemuan pengajian, seolah beliau merupakan salah satu idola para sufi dewasa ini. Namun agar sejarah beliau dapat diabadikan sebagai bahan kaji ulang dalam mengulang-ulang kaji, rasanya tidaklah salah jika sejarah beliau turut dioret-oret di situs ini, sebagai study banding diri untuk media pemicu diri lebih aktif mensucikan diri sebagaimana layaknya para sufi tercerahkan. Untuk itu, mari kita ulangi sejarahnya berikut ini, semoga bermanfaat.

Biografi Singkat Hasan Al-Bashri

Menurut berbagai sumber hasil penelusuran penulis, beliau sesungguhnya bernama Abu Sa'id Al-Hasan bin Yasar, lahir di Madinah, belum diketahui hari/tanggal/jam lahirnya, kelak akan kita sempurnakan tulisan ini setelah ditemukan, karena penulis hanya temukan tahun lahirnya saja, yaitu di tahun 21 H/632 M, wafat pada hari kamis, tanggal 10 rajab 110 H/728 M. Ayahnya bernama Yasar dan ibunya bernama Khoiroh, beliau dilahirkan ibunya di rumah Ummu Salamah (salah seorang Istri Rasul saw yang nama sebenarnya adalah Hindun binti Suhail) tepat pada dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khoththob wafat. Beliau pernah menyusu kepada Ummu Salamah, karena Khoiroh pernah menjadi salah seorang pembantu rumah tangga Ummu Salamah. Yang memberinya nama Hasan adalah Ummu Salamah, atas permintaan Khoiroh, kemudian dibesarkan di bawah asuhan dan didikan Ummu Salamah di rumah Ummu Salamah, karena Hasan Bashri semasa kecilnya tinggal di rumah Ummu Salamah atas permintaan Ummu Salamah sebagai tanda betapa cinta dan sayangnya Ummu Salamah kepada putra pembantunya itu, kemudian dalam perjalanan hidup Hasan Bashri pernah berguru kepada para istri Rasul dan 70 orang sahabat Rasul yang turut menyaksikan perang badar dan pernah bertemu dengan 300 sahabat Rasul yang lainnya.

Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu terkenal sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan cantik dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini. Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya.

Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri mampu menggugah hati seseorang, bahkan membuat para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga penguasa.

Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia terkenal akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menentangnya. Hasan Al-Basri adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.

Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj: “Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu karena kedurhakaan dan kesombongannya.” Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, “Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!” Namun beliau menjawab, “Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.”

Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, “Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seo¬rangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!” .

Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati bergetar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenan¬gan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, beliau hadapi sang tiran.

Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, “Kemarilah ya Abu Sa’id …” Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.

Mulailah Al-Hajaj menanyakan berba¬gai masalah agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaan¬nya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sungguh aku melihat anda mengucapkan sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya kalimat yang anda baca itu?” Hasan Al-Basri menjawab, “Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim.”

Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah aku …”

Berkata Hasan Al-Basri, “Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid¬ketika engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, jika engkau mentaati Allah, Allah akan memeliharamu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya.” Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu.

Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-Nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Penduduk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni.

www.putrajagatonline.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar